Beruang Madu

Beruang Madu

Tuesday, September 18, 2012

Kerajaan Nan Sarunai

Kerajaan Nan Sarunai terkait erat dengan kehidupan orang-orang Suku Dayak Maanyan, salah satu sub suku Dayak tertua di tanah Kalimantan. Kerajaan Nan Sarunai adalah pemerintahan purba yang muncul dan berkembang diwilayah yang sekarang termasuk dalam daerah administratif Provinsi Kalimantan Selatan, Kabupaten Hulu Sungau Utara dan Kabupaten Tabalong. Kerajaan Nan Sarunai adalah kerajaan yang mempersatukan suku Maanyan antara 1309–1389, dan merupakan awal dari riwayat panjang perjalanan sejarah Kesultanan Banjar.


Sejarah
Makam Kuno di Kalimantan Tengah
diduga ada kaitannya dengan Kerajaan Nan Sarunai
Kerajaan Nan Sarunai adalah cikal bakal Kesultanan Banjar, Kerajaan Suku Dayak Maanyan ini disebut dengan nama yang berbeda-beda. Selain Nan Sarunai, nama-nama lain yang juga diyakini sebagai nama kerajaan ini adalah Kerajaan Kuripan, Kerajaan Tanjung Puri dan Kerajaan Tabalong. Nama Kerajaan Tabalong disertakan karena kerajaan ini terletak di tepi sungai Tabalong. Sungai Tabalong sendiri adalah anak Sungai Bahan, sedangkan Sungai Bahan adalah anak Sungai Barito yang bermuara ke Laut Jawa.

Selain itu, muncul beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Kerajaan Tanjung Puri adalah berbeda dengan Kerajaan Nan Sarunai. Pendapat ini menyatakan bahwa Kerajaan Tanjung Puri bukan pemerintahan Suku Dayak Maanyan, melainkan oleh orang-orang Melayu Palembang yang merupakan pelarian dari Kerajaan Sriwijaya. Pendapat ini juga menambahkan bahwa Kerajaan Nan Sarunai dan Kerajaan Tanjung Puri berada dalam masa yang sama. Kerajaan Nan Sarunai berpusat di Amuntai, sedangkan Kerajaan Tanjung Puri berpusat di Tanjung.

Bukti Keberadaan Kerajaan Nan Sarunai
Peninggalan Candi Laras
Sejauh ini belum banyak referensi yang bersifat ilmiah dan secara proporsional menjelaskan tentang riwayat Kerajaan Nan Sarunai, mengingat usia kerajaan yang sudah sangat tua. Sumber-sumber yang digunakan selama ini adalah ttutur yang terdapat dalam Hikayat Banjar. Informasi yang diperoleh dari Hikayat Banjar ditandai dengan sifat-sifat mistis, legendaris dan tidak ada unsur waktu dalam urutan cerita. Hikayat Banjar merupakan manuskrip tua yang telah lama dikenal di Kalimantan Selatan sejak zaman Kesultanan Banjar. Hikayat yang juga dikenal dengan sebutan Tutur Candi dan Sejarah Lambung Mangkurat ini mengisahkan tentang sejarah raja-raja Banjar dan Kotawaringin di Kalimantan Selatan. Hikayat Banjar bertarikh 1663 M atau masa-masa setelahnya.

Situs Candi Agung - Amuntai
Hikayat Banjar ditulis sepanjang 4.787 baris atau 120 halaman. Namun, sebagian besar isi dari hikayat ini lebih banyak menceritakan tentang kerajaan-kerajaan setelah keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai, yakni Kerajaan Negara Dipa, Kerajaan Negara Daha, dan Kesultanan Banjar. Riwayat Kerajaan Nan Sarunai sangat sedikit disinggung. Kisah Kerajaan Nan Sarunai ini dalam Hikayat Banjar lebih menyerupai tradisi lisan, yakni nyanyian Suku Dayak Maanyan (wadian) yang kemudian ditransformasikan secara turun temurun. Tradisi lisan ini mengisahkan tentang peristiwa tragis keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai akibat dari serangan Kerajaan Majapahit pada sekitar abad ke-13 yang dalam bahasa Maanyan disebut Usak Jawa.

Salah satu bukti tenatng keberadaan Kerajaan Nan Sarunai adalah dengan ditemukannya peninggalan arkeologi yang diduga kuat berasal dari zaman Kerajaan Nan Sarunai. Jejak arkeologis itu adalah sebuah candi yang ditemukan di Amuntai. Pada tahun 1996, dilakukan pengujian terhadap candi tersebut, hasil penyelidikan itu cukup mengejutkan karena dari hasil pengujian terhadap sampel arang candi yang ditemukan di Amuntai tersebut menghasilkan kisaran angka tahun 242 hingga 226 SM. Jika penelitian ini benar adanya, maka usia Kerajaan Nan Sarunai jauh lebih tua dibandingkan dengan Kerajaan Kutai Martadipura di Kalimantan Timur. Dan berdasarkan hasil penelitian terhadap sampel arang candi yang ditemukan, maka dapat disimpulkan bahwa usia Kerajaan Nan Sarunai sangat panjang karena kerajaan ini runtuh pada tahun 1362 M. Akan tetapi, perlu dicermati, bahwa kendati Kerajaan Nan Sarunai diperkirakan sudah ada sejak zaman Sebelum Masehi, namun yang dimaksud dengan kerajaan pada masa itu kemungkinan besar masih berbentuk sangat sederhana.

Keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai
Makam Kuno Suku Dayak Maanyan
Dalam perjalanan sejarah yang panjang, Kerajaan Nan Sarunai mengalami masa penting dimana orang-orang Maanyan berinteraksi dengan oranng-orang Melayu dari Kerajaan Sriwijaya. Diperkirakan terjadi pada awal abad ke-11 dimana Sriwijaya mulai memasukan masa keruntuhannya akibat serangan dari Kerajaan Cola (India). 

Kerajaan Nan Sarunai ketika itu sudah menjadi negara yang makmur. Kebesaran Kerajaan Nan Satunai disebabkan karena keberhasilan mereka dalam bidang perdagangan dimana Kerajaan ini telah menjalin hubungan perniagaan dengan negeri-negeri lain, termasuk Indragiri, Majapahit, Bugis, bahkan hingga Madagaskar.

Kejayaan yang diraih Kerajaan Nan Sarunai tersebut justru membuat Majapahit tergiur untuk menaklukannya. Pada tahun 1355 M, Raja Majapahit, Hayam Wuruk, memerintahkan Empu Jatmika memimpin armada perang untuk menyerbu Kerajaan Nan Sarunai. Pada tahun 1355 M itu, pasukan Empu Jatmika berhasil menaklukan Kerajaan Nan Sarunai dan menjadikannya sebagai bagian dari Majapahit. Peristiwa ini diabadikan oleh para seniman lokal dalam tutur wadian atau puisi ratapan yang dilisankan dalam bahasa maanyan. Para seniman lokal mengenang keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai sebagai peristiwa "Usak Jawa" atau Penyerangan oleh Kerajaan Jawa".

Setelah penyerangan oleh Kerajaan Majapahit itulah riwayat Kerajaan Nan Sarunai berakhir. Empu Jatmika sendiri kemudian mendirikan kerajaan baru diatas tanan bekas Kerajaan Nan Sarunai, yaitu pemerintahan bercorak Hindu yang diberi nama Kerajaan Negara Dipa, meski Empu Jatmika tidak pernah menjadi Raja Negara Dipa secara resmi. Sementara itu, setelah Kerajaan Nan Sarunai runtuh, Suku Dayak Maanyan masih mempunyai tokoh panutan yaitu Putri Junjung BUih, anak sulung dari Raja terakhir Kerajaan Nan Sarunai. Pada akhirnya, Putri Junjung Biuh menikah dengan Pangeran Suryanata,yang kemudian bertahta sebagai penguasa Kerajaan Negara Dipa.

Disisi lain akibat dari serangan Majapahit ke Kerajaan Nan Sarunai, Suku Dayak Maanyan banyak yang melarikan diri dan menjadi terpecah dan tersebar menjadi beberapa suku kecil, yaitu :
  1. Maanyan Siung, yang bermukim di Telang, Paju Epat, Buntok
  2. Maanyan Patai, yang berdiam di aliran Sungai Patai
  3. Maanyan Paku, yang berdomisili diwilayah Tampa
  4. Maanyan Paju, yang menetap di sepanjang aliran Sungai Karau dan Barito
  5. Maanyan Paju Epat, yang menghuni aliran Sungai Dayu
  6. Maanyan yang tinggal di wilayah Bintang Karang, Tumpang Murung, Dusun Timur, Tamiang Layang, Belawa, Tupangan Daka dan Barito


Raja-raja Kerajaan Nan Sarunai
Kerajaan Nan Sarunai memiliki sejarah yang sangat panjang, tetapi ternyata tidak diimbangi dengan referensi data informasi tentang silsilah raja-rajanya. Noorselly Ngabut alias Babe Kuden hanya berhasil menemukan dua nama saja dari sekian banyak raja yang pernah memimpin Kerajaan Nan Sarunai, yaitu Datu Sialing dan Datu Gamiluk Langit. Kedua orang ini diduga pernah berperan sebagai pemimpin Suku Maanyan sekaligus raja Kerajaan Nan Sarunai. Informasi yang jelas bahwa Datu Sialing dan Datu Gamiluk Langit adalah dua orang yang memimpin sekelompok anggota masyarakat etnis Maanyan untuk mencari temapt pemukiman baru yang lebih baik sebagai temapt penghidupan. Dan akhirnya mereka mendirikan pusat pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai di sebuh tempat bernama Lili Kumeah. Dan belum diketahui apakah mereka berdua memerintah secara bersama-sama atau bergantian.

Sementara, Sutopo Ukip dalam artikelnya yang berjudul "Balai Adat Jadi Lambang Persaudaraan Orang Maanyan, Banjar dan Madagaskar", dituliskan bahwa pada tahun 1309 M, terdapat seorang raja yang memimpin Kerajaan Nan Sarunai, bernama Raden Japutra Layar yang memerintah pada kurun 1309-1329 M. Gelar Raden yang disandang sang raja berasal dari Kerajaan Majapahit, karena Japutra Layar sebelum menjadi Raja Nan Sarunai adalah pedagang yang sering bergaul dengan para bangsawan Majapahit. Ukip meyakini bahwa Raden Japutra Layar adalah raja pertama Kerajaan Nan Sarunai. Keyakinan ini didasarkan pada pola, sistem dan struktur pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai yang sudah menjadi jauh lebih baik dibanding masa-masa sebelumnya. Seperti diketahui, Kerajaan Nan Sarunai adalah pemerintahan yang dikelola oleh orang-orang Suku Dayak Maanyan dan diduga sudah eksis pada kisaran waktu antara 242 hingga 226 SM sehungga diperkirakan sistem pemerintahannya, termasuk dalam hal kepemimpinan belum terorganisir dengan baik. Masih menurut Ukip, penerus Raden Japutra Layar sebagai pemimpin Kerjaan Nan Sarunai adalah Raden Neno (1329-1349) dan kemudian Raden Anyan (1349-1355). Raden Anyan bergelar Datu Tatuyan Wulau Miharaja Papangkat Amas, adalah raja terakhir Kerajaan Nan Sarunai sebelum riwayat kerajaan ini tamat akibat serangan dari Kerajaan Majapahit.





sumber :